
MOM SHARING – Sunat yaitu sebuah anjuran telah dilaksanakan, yang berawalan mulai dari masa Nabi Ibrahim. Yang dilakukan menjadi sebuah kebisaan dalam Islam , ulama jumhur berpendapat bahwa sunat adalah wajib bagi pria. Namun, ada perbedaan pendapat tentang sunat untuk wanita.
Sunat adalah bagian dari pemurnian. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad berkata, “Ada lima jenis yang meliputi alam, yaitu sunat, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar alat kelamin, mencukur kumis, memotong kuku, serta menarik rambut ketiak.” ( Bukhari , Muslim, dan Ahmad). Sementara dalam narasi lain , Nabi Muhammad berkata, “Sunat adalah sunah (Keputusan Nabi) untuk pria dan makrumah (kemuliaan) untuk wanita “(HR Ahmad) Terkait dengan hukum sunat untuk wanita, ada banyak pendapat dari para ulama yang mempunyai pemikiran tidak sama satu dengan lainnya. Ada yang berpendapat tentang sunat itu wajib, sunnah , atau diizinkan. Ulama dari Syafi ‘ Sekolah iya percaya bahwa sunat adalah wajib untuk pria dan wanita, Sekolah Hanabilah dan bagian dari Malikiyah juga percaya demikian.
Namun, Imam Ahmad percaya bahwa sunat adalah wajib untuk pria, dan kebajikan untuk wanita. ) menjadi empat jenis. Dalam pernyataannya, WHO mengatakan, “FGM yang tak mempunyai fungsi bagi kesehatan, serta juga berbahaya bagi banyak hal. Tindakan ini dalam bentuk menghapus serta memecah jaringan genital pada wanita yang sehat serta normal, yang dapat merusak dari guna alami tubuh wanita dan wanita.” perempuan. “Dalam arutan Menteri Kesehatan (Menteri Kesehatan) Republik Indonesia Nomor 1636 / Menkes / Per / XI / 2010 mengenai penyunatan terhadap anak wanita, disebutkan bahwa sunat wanita yaitu aksi dalam menggaruk pada kulit tertutupi yang tepat pada depan klitoris, yang tidak akan mencelakakan kelentit.
Sunat ini tidak sama dengan FGM. Petugas kesehatan yang bisa memberi layanan hanya dokter sunat perempuan, bidan, serta perawat yang sudah mempunyai surat keterangan izin tugas kerja maupun izin praktek. Tidak sampai di situ saja, sunat pada wanita tak di izinkan untuk di laksanakan kepada wanita yang menderita infeksi genital eksternal maupun umum. The Permenkes di atas telah dicabut dengan munculnya Permenkes Nomor 6 tahun 2014 yang menyatakan bahwa Permenkes dinyatakan tidak sah. Dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Fatwa pada 7 Mei 2008 tentang Undang-Undang tentang Larangan sunat bagi wanita, dinyatakan bahwa sunat untuk pria dan wanita adalah aturan dan simbol Islam. Karena itu, sunat bagi wanita yaitu makrumah, adalah suatu aliran ibadah yang direkomendasikan. Dalam fatwa tersebut, juga dimasukkan standar sunat perempuan, yaitu sebagai berikut. Sunat perempuan dilakukan hanya dengan menghapus membran ( jaldah / Colum / praeputium ) yang meliputi klitoris. Sunat pada wanita jangan sampai di luar batas, contohnya membelahnya maupun menyakiti klitoris (sayatan dan eksisi) karena bisa menyebabkan dlarar . Dalam Keputusan Konperensi Nahdatul Ulama ke 32 (NU) Nomor IV / MNU-32 / III / 2010, dinyatakan bahwa pelarangan sunat bagi wanita tidak memiliki dalil syariah.
Dalam hal ini, sunat dilaksanakan yaitu dengan metode penghilangan atau pemotongan terhadap sebagian besar epidermis yang menutupi klitoris, bukan membuangnya. Keputusan pengadilan mengambil sejarah Umm ‘ Athiyah al- Ansari, tentang perempuan akan menyunat Madinah. Nabi berkata, “Apakah Anda menghabiskan di potong, karena benar-benar lebih menguntungkan wanita dan lebih menyenangkan suami (Abu Dawud. )” Sekretaris Komisi Fatwa Dewan Ulama Indonesia , Fuad Thohari pada 26 April 2018, menyebutkan, Cara tata bahasa atau batasan sunat pada wanita penting karena praktik dalam masyarakat bisa berbeda. “Di satu sisi kami sepenuhnya mendukung sunat perempuan karena sesuai dengan sifat Islam. Tapi, di sini kami tidak menutup mata terhadap praktik penyimpangan yang menimbulkan bahaya,” Fuad.(Elfiza)